Jaminan Hukum Pencegahan Perkawinan Anak di Seluma

download

Sebut saja Sitinah, warga sebuah desa di Kabupaten Seluma,Bengkulu. Karena putus sekolah akibat orang tua tak sanggup membiayai pendidikannya, ia dinikahkah pada umur 15 tahun. Pada usia delapan tahun perkawinannya, Sitinah mempunyai lima anak. Anak-anak yang dia lahirkan rata-rata berberat badan rendah, dan anemia kronis. Sitinah sendiri kerap mengalami perdarahan pada setiap kehamilannya. Ada banyak perempuan seperti Sitinah di Bengkulu. Data BPS Propinsi Bengkulu mencatat dari seluruh perkawinan yang terjadi pada 2017, terdapat 16,17 persen perkawinan anak dibawah usia 16 tahun, dan 23,04 persen usia 17-18 tahun. Penyebab paling umum adalah ketidaksanggupan orang tua membiayai hidup dan pendidikan anak. Cahaya Perempuan WCC mencatat tahun 2017 jumlah perkawinan anak sebanyak 40 kasus di Kabupaten Seluma, 30 kasus di Rejang Lebong, dan 23 kasus di Kota Bengkulu.Tidak hanya menjadi jalan keluar untuk perbaikan ekonomi keluarga, perkawinan anak juga kerap dijadikan selubung bagi kasus kekerasan seksual terhadap anak dan alat untuk menutup aib keluarga korban. Cahaya Perempuan WCC mencatat pada 2017 terdapat 231 kasus perempuan yang mengalami kekerasaan, dan 26,83 persen korban berusia rata-rata 15 – 19 tahun. Sebagian kekerasan seksual menimbulkan kehamilan tidak diinginkan, dan orang tua memilih menikahkan anak
mereka demi nama baik keluarga.


Ada banyak orang tua, terutama mereka yang terjerat kemiskinan, memandang perkawinan anak sebagai salah satu cara mengurangi beban ekonomi keluarga. Semakin cepat kawin semakin bagus, sebab biaya hidup keluarga akan berkurang satu orang. Ada juga harapan anak akan hidup bahagia apalagi jika mendapatkan suami dari kalangan keluarga berada. Faktanya tidak seindah itu. Dalam banyak kasus perkawinan anak justru melahirkan masalah-masalah baru yang tidak terduga. Kondisi emosional keluarga muda yang belum stabil kerap memunculkan kekerasan dalam rumah tangga. Seorang istri yang memilih bercerai akhirnya kembali kepada keluarga besarnya dengan membawa beban baru. Bayi-bayi yang dilahirkan dari rahim anak-anak cenderung tumbuh
tidak sehat sejak dalam kandungan, dan peluang risiko kematian ibu dan anak pada masa persalinan lebih tinggi dibanding perempuan dewasa. Alihalih ingin mengurangi beban ekonomi keluarga, perkawinan anak justru menambah beban kemiskinan baru bagi perempuan.


Cahaya Perempuan WCC bersama jaringan di Bengkulu telah mendorong terbitnya Peraturan Gubernur Bengkulu Nomor 33 Tahun 2018 Tentang Pencegahan Perkawinan Anak sebagai rupaya mengurangi jumlah perkawinan anak. Tapi kebijakan ini belum efektif di lapangan, karena ketiadaan kebijakan yang lebih detil di lapangan. Oleh karena itu, dalam periode waktu yang bersamaan, Cahaya Perempuan WCC bergerak mengusulkan penetapan kebijakan yang lebih implementatif di tingkat kabupaten dan desa di Kabupaten Seluma. Cahaya Perempuan WCC memulainya dengan proses memetakan dan menggalang dukungan organisasi perangkat daerah. Dukungan pertama datang dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (D3APPKB)dan Dinas Kesehatan Kabupaten Seluma. Proses penggalangan dukungan relatif tidak memiliki hambatan. Karena jauh sebelumnya, Kabupaten Seluma sebenarnya telah memiliki Forum Multi Stakeholder untuk Pemenuhan dan Perlindungan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi yang dilegalisasi melalui Surat Keputusan Bupati Seluma No. 440 – 805 tahun 2016. Forum ini beranggotakan para Kepala Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait; DP3APPKB, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Kemenag/KUA, FKUB, Polres, Majelis Ulama Indonesia/ Tokoh Agama,
Badan Musyawarah Adat (BMA), Ormas Perempuan, dan Perwakilan Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput (FKPAR). Pada level masyarakat, Cahaya Perempuan WCC juga mengadakan pertemuan dengan tokoh adat dan tokoh agama di beberapa desa. Meski awalnya menolak usulan diterbitkannya Peraturan Bupati tentang Pencegahan Perkawinan Anak dengan alasan bertentangan dengan UndangUndang Perkawinan, para tokoh ini akhirnya menyetujui dan terlibat aktif dalam proses pembahasan setelah memahami peraturan tersebut dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian. Setelah lobi dengan sejumlah anggota DPRD Kabupaten Seluma, Forum Multi Stakeholder membentuk tim kecil untuk menyusun Rancangan Peraturan Bupati Seluma tentang Pencegahan Perkawinan Anak. Forum membahas isi peraturan bersama DPRD, dan melakukanperbaikan bersama Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Seluma.Keseluruhan proses advokasi ini menghabiskan waktu hampir setahun.


Setelah pertemuan periodik Forum Multi Stakeholder dan revisi akhir dari Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Seluma, pada 31 Juli 2018 Bupati Seluma menandatangani Peraturan Bupati Kabupaten Seluma No. 27 Tahun 2018 tentang Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak. Jaminan hukum telah ditetapkan. Tetapi kerja belum selesai. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan oleh segenap elemen masyarakat agar kebijakan ini benar-benar dijalankan di lapangan.
Agar kebijakan ini terinternalisasi dalam kinerja pemerintah daerah, Cahaya Perempuan WCC memutuskan untuk mengambil peran mendorong penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) untuk Pencegahan Perkawinan Usia Anak dan kebijakan sosialisasi. Bekerjasama dengan Program MAMPU Cahaya Perempuan WCC berhasil menyusun RAD No. 900 – 483 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak di Kabupaten Seluma. Bupati Seluma juga menetapkan Surat Edaran No. 180/142/SE/B2/DP3APP&KB/2018 tentang Sosialisasi Peraturan Bupati Seluma Nomor 27 tahun 2018 Tentang Pencegahan PerkawinanPada Usia Anak. Pada bulan Februari 2020, Cahaya Perempuan berkesempatan diundang peluncuran strategi nasional percepatan pencegahan perkawinan anak oleh Bappenas bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kemudian, telah ada peraturan desa
Sidoluhur No. 8/2020 tentang Peningkatan Usia Perkawinan. Pekerjaan rumah terbesar dan paling menyita banyak energi adalah mengubah perilaku dan pandangan masyarakat tentang perkawinan. Ini bukan pekerjaan mudah. Cahaya Perempuan WCC mengambil sikap dengan memilih bekerja meningkatkan kesadaran kritis masyarakat, terutama kelompok remaja perempuan dan laki-laki. Cahaya Perempuan WCC juga sedang mendekati OPD yang bekerja di
bidang penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial. Peran mereka untuk membantu mencegah perkawinan anak sangatlah besar. Semakin efektif program penanggulangan kemiskinan, semakin besar juga keluarga miskin bisa dientaskan, dan pada gilirannya semakin rendah animo masyarakat untuk mengawinkan anak-anak mereka dalam usia yang sangat dini. Jika bicara ranah pulau Sumatera, bolehlah kami berbangga hati karena Kebijakan pencegahan perkawinan anak baru ada di Bengkulu, tanah kita tercinta dan sekaligus membuktikan bahwa kita serius melakukan pemenuhan hak anak demi menghapus Kekerasan terhadap perempuan.
Selesai

Share
Categories: ,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *